SIAPA tak kenal Wina. Sebuah kota di Benua Biru yang banyak disebut dalam literatur-literatur sejarah dunia. Wina sekarang sebagai pusat kota, bisnis, dan pendidikan di Austria.
Di Wina, saya berjalan-jalan ke berbagai tempat bersejarah dan kontemporer, seperti Katedral Santo Stephen atau yang dikenal sebagai Stephansdom, Schonbrunn atau istana musim panas keluarga kerajaan Hapsburg zaman dulu, Universitas Wina, dan gedung PBB.
Di jalan-jalan di Wina, saya melihat cukup banyak perempuan berjilbab yang kebanyakan berasal dari Turki dan Bosnia. Warga sekitar pun menghormati dan bahkan sangat baik terhadap mereka.
Bahkan, tak jarang ada beberapa orang yang tersenyum dan mengucapkan ''Halo!'' pada saya. Wina memang terkenal dengan multikulturalisme dan toleransinya, terutama terhadap komunitas muslim.
Ternyata, warga Austria memang sudah berinteraksi sejak dulu dengan komunitas muslim Bosnia, karena daerah tersebut dulunya merupakan bagian dari kerajaan Hapsburg. Bahkan, Raja Frans Joseph sangat menghargai kaum muslim Bosnia sehingga mendirikan fakultas teologi Islam pertama di Sarajevo.
Tak heran jika warga muslim Bosnia pun juga sangat bangga dengan kerajaan Hapsburg. Toleransi antar Islam dan Kristen di sana terinternalisasi dalam diri tiap warga Austria dan Bosnia hingga kini.
Dari Istana Schonbrunn, saya banyak belajar sejarah Dinasti Hapsburg. Saya baru mengetahui bahwa hampir semua anggota keluarga istana meninggal secara tragis, seperti sakit keras, bunuh diri, atau dibunuh seperti Ratu Sisi, istri Raja Franz Joseph yang tersohor karena parasnya yang jelita.
Marie Antoinette, salah satu putri Ratu Sisi, dipenggal di bawah pisau Guillotine saat terjadi Revolusi Prancis. Bahkan, Franz Ferdinand, sang putra mahkota, ditembak oleh seorang Serbia sehingga memicu terjadinya Perang Dunia I. Dari kesebelas orang pangeran dan putri di Dinasti Hapsburg, hanya satu orang yang diizinkan menikah atas dasar cinta. Sisanya dinikahkan karena alasan politik.
Jika ingin memasuki istana ini, Anda harus mengeluarkan uang sekitar 10 Euro untuk 10 menit. Tempat yang dikunjungi ribuan wisatawan per hari ini menyimpan koleksi asli istana, mulai dari tempat tidur raja dan ratu, foto-foto anggota kerajaan, keramik China kesayangan Ratu Sisi, dan masih banyak lagi.
Ada audio guide dari berbagai macam bahasa Eropa, seperti Hungaria, Rusia, Rumania, Jerman, Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris yang bisa kita pilih sebelum memasuki ruangan istana.
Di gedung PBB, saya sangat terharu dan sedih ketika melihat 'Monumen Senjata' yang dikumpulkan dari daerah-daerah perang. Monumen itu dibuat dari berbagai macam senjata, granat, bom, peluru, dan pistol yang pernah dipakai untuk membunuh di medan perang.
Dulunya, di samping monumen tersebut terdapat foto-foto para korban perang. Namun, karena banyak yang memprotes keberadaan foto tersebut karena dianggap tidak etis, maka kini foto-foto tersebut tidak ditampilkan lagi.
Saya pun belajar bahwa menyebarkan ide tentang perdamaian adalah salah satu jalan yang terbaik untuk melawan peperangan dan konflik, baik atas nama agama, etnis, maupun politik.